Kamis, 07 Juli 2011

Psikologi Keluarga : Analisis Film Motherhood ^_^



Alhamdulillah, akhirnya BloG ini dapat di buka kembali..., setelah sekian lama, pasword di lupakan...,

saya akan mencoba untuk menganalisis film yang berjudul Mothethood, di mana ini adalah menjadi tugas Quis yang SSstttt~ sebenarnya telat..., karena kesalahan teknis (alasan) (^_^)v






Pertama- tama ayo kita cari tahu..., kaya apa sih film ini :


Eliza Welch adalah mantan penulis fiksi yang memilih menjadi seorang ibu rumah tangga. Karena tak bisa benar-benar meninggalkan dunianya, Eliza lantas memilih menuangkan pikirannya dalam situs miliknya. Suatu ketika Eliza mengikuti lomba menulis artikel tentang arti menjadi seorang ibu dan ia tak punya banyak waktu untuk menulis artikel pendek yang tak terasa gampangan.

Eliza harus bisa menyisihkan sedikit waktu buat menulis di sela kesibukannya merawat kedua anaknya dan itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Suami Eliza tak memahami keinginan Eliza ini dan tak berbuat banyak untuk membantu sang istri. Di sisi lain, meskipun tak merasa keberatan dengan tugasnya sebagai ibu, Eliza merasa bahwa ia butuh sebuah pengakuan tentang keberadaannya sebagai manusia.

Eliza tak sadar bahwa sebenarnya yang ia pelukan hanyalah melihat ke dalam dirinya dan menentukan apa yang sebenarnya sangat berarti buat dirinya. Di akhir perjalanan, saat Eliza bersiap untuk mendefinisikan arti menjadi ibu, ia baru tersadar bahwa selama ini ia telah memiliki segalanya, suami yang baik, dua anak yang sangat ia sayangi dan itulah yang ia perlukan untuk mendefinisikan arti menjadi seorang ibu

ANALISIS

Eliza masuk masa dewasa tengah dimana pada Usia dewasa tengah (35-60 tahun) menurut Erikson, dimana tahap yang paling kuat dalam kehidupan dalam hal kapasitas produktif, mempengaruhi orang lain dan dampaknya terhadap masyarakat secara umum.

sedang menurut Daniel Lavinso (1978,1980) menekankan pada tugas-tugas perkembangan yang harus di kuasai pada masing-masing fase. dimana usia 40-an menurut Lavinso itu adalah fase BOOM (Becoming One's Own Man) atau menjadi diri sendiri.

Dimana seorang dewasa harusnya telah dapat menjadi dirinya sendiri, karena seorang dewasa pada fase ini adalah seorang ibu atau pun ayah, yang bekerja dan memiliki tanggung jawab dalam membesarkan anak-anak juga menjadi pribadi profesional dalam pekerjaan. tidak bisa di pungkiri dengan begitu banyaknya tanggung jawab dan kegiatan pekerjaan para dewasa menjadi jenuh dan membutuhkan waktu luang yang di selingi dengan kebahagiaan berkeluarga, yang memang menjadi sangat penting waktu luang yang di manfaatkan dengan keluarga.

Levinso pun menekankan pada masa ini berfokus pada keluarga dan karir. dalam film Eliza dapat di katakan tertekan dimana ia harus melakukan tanggung jawab antara menulis untuk karirnya dan sebagai ibu untuk anak-anaknya dan istri untuk suaminya. karena itu Eliza menyempatkan menulis di sela waktu senggangnya untuk menulis di blognya.

Pola keluarga yang terjadi di film ini yaitu The Balanced Split, di mana hubungan yang sejajar dimana suami dan istri memiliki otoritas yang sama dalam keluarga, Eliza menjadi istri yang bertanggung jawab atas kebutuhan keluarga dan suaminya memberikan nafkah padanya.


Selasa, 08 Maret 2011

Terapi Tanpa Busana ala Psikolog Cantik

Membiarkan tubuh pribadinya terlihat merupakan salah satu trik mengorek masalah pasien.



















Sarah White menolak dikata wanita penggoda. Namun sebagai psikolog, ia merasa boleh menggunakan metode terapi tanpa busana demi mengorek permasalahan yang dihadapi pasiennya.

Wanita cantik 24 tahun itu tidak malu melepaskan helai demi helai busananya selama sesi terapi. Ia melakukannya agar para pasien yang mayoritas pria merasa nyaman.

Ia percaya cara ini membuatnya lebih mudah mengupas semua informasi tanpa disadari pasiennya. "Selama sesi terapi, saya menggunakan kekuatan gairah seksual," ujarnya seperti dikutip oleh laman Daily Mail.

Sarah mengatakan, membiarkan pasien melihat tubuh pribadinya merupakan salah satu trik untuk mendapatkan kepercayaan pasien. Bahwa tidak ada hal yang perlu ditutupi. Ini juga membantu pria lebih fokus, lebih dapat melihat ke dalam dirinya, serta lebih terbuka.

Untuk menggunakan jasanya, pasien harus membuat janji melalui websitenya sarahwhitelive.com. Sesi awal terapi seharga US$150 ini berupa pembicaraan lewat webcam satu arah dan chatting. Baru setelah menjalin komunikasi intens, ia mengajak pasien memasuki sesi berikutnya menggunakan Skype secara dua arah.

Kepada New York Daily News, Sarah mengatakan bahwa caranya diharap dapat menarik pria tak sungkan melakukan terapi psikologis, "Untuk pria khususnya, mereka kurang suka pergi ke terapis dibandingkan wanita. Dan bagi mereka, cara saya lebih menarik, membujuk, menyenangkan, dan lebih menginspirasi untuk terapi."

Sejauh ini, Sarah telah menangani 30 pasien yang terdiri dari mahasiswa dengan masalah seksual, pria dewasa dengan masalah rumah tangga, hingga wanita yang menyukai perbincangan tanpa menggunakan busana.

Walau mendapatkan banyak pasien, bisnisnya menuai banyak kritik, terutama dari asosiasi kesehatan mental. Selain tak mengantongi izin dari asosiasi tersebut, dia rupanya bukan terapis yang memiliki sertifikat.

Diana Kirschner, salah satu psikolog yang bekerja di sebuah klinik di New York, menilai aktivitas Sarah hanya kedok. "Dia menggunakan kata terapi untuk bisnisnya, namun saya menganggap hal tersebut bukanlah terapi. Saya beranggapan bisnisnya itu adalah media porno via internet dengan pendekatan yang lebih halus," ujar Diana.

Dia menambahkan, interaksi seksual dalam bentuk apapun anatara pasien dan terapis adalah hal yang melanggar kode etik yang disepakati American Psychoanalytic Association, organisasi psikolog terbesar dan tertua di negara tersebut.





dikutip dari :
http://kosmo.vivanews.com/news/read/208223-terapi-tanpa-busana-ala-psikolog-cantik
http://sarahwhitelive.com/naked-therapy